

Berdasarkan hasil penelitian Global Burden of Disease Study (WHO, 2008) menunjukan di beberapa negara berkembang, sekitar 30-50% pasien yang berobat ke sarana pelayanan kesehatan umum ternyata menderita gangguan atau masalah kesehatan yang berlatar belakang mental emosional. Faktor seperti industrialisasi, modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi formasi dan komunikasi turut berperan dalam meningkatkan stress.
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit mental turut memberikan perubahan perawatan pada Rumah Sakit Jiwa. Dahulu proses perawatan bersifat tertutup dengan proses rawat inap yang panjang dan ditekankan untuk rawat inap. Berbanding terbalik dengan sistem perawatan tersebut, sekarang proses perawatan lebih terbuka dan diutamakan proses rawat jalan. Perubahan sistem perawatan ini menjadi upaya dalam menciptakan stigma RSJ yang tidak mengasingkan masyarakat dari komunitas masyarakat dan menjadi lingkungan yang aman.
Masalah kesehatan jiwa terbagi tiga klasifikasi yaitu masalah gangguan penyakit jiwa dan syaraf, masalah psikososial, dan masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup. Masing-masing klasifikasi tersebut akan menerima rehabilitasi yang berbeda beda dengan tetap mengutamakan perawatan rawat jalan.
Seperti halnya rumah sakit pada umumnya, RSJ juga memiliki layanan IGD Kejiwaan dan Unit Perawatan Intensif Psikiatri (PICU). IGD kejiwaan menjadi unit yang berfungsi untuk melayani kegawatdaruratan psikiatri seperti percobaan bunuh diri, depresi, anxiety, bipolar disorder, dll serta kegawatdaruratan fisik. Selain memiliki standar IGD harus berada di area yang memiliki akses mudah dalam keadaan darurat, IGD kejiwaan harus memiliki batang pegangan, gagang pintu, keran, dan perlengkapan lainnya anti-ligatur. Hal tersebut bermaksud agar pasien tidak memiliki tempat untuk melilitkan seprai atau tali untuk tujuan melukai diri sendiri.
Sedikit berbeda dengan PICU pada rumah sakit umum, PICU Psikiatri menangani Pasien yang tidak dapat dikontrol di bangsal psikiatri terbuka karena tingkat risiko yang ditimbulkan pasien terhadap diri mereka sendiri atau orang lain (kondisi mengkhawatirkan orang sekitar) sehingga membutuhkan pengawasan 24 jam. Durasi rawat inap pasien biasanya berlangsung beberapa minggu karena pasien akan dikembalikan ke bangsal terbuka segera setelah kondisi mentalnya stabil.
Secara umum, standar pelayanan dan kegiatan di RSJ harus ada kegiatan intramural berupa pencegahan (preventif), pemulihan (kuratif), dan melaksanakan sistem rujukan untuk rehabilitasi. Sebuah RSJ juga menggerakan kegiatan ekstramural yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum seperti visit home atau membantu perawatan pasien kurang mampu. Fasilitas dan unit perawatan harus sesuai standar untuk mendukung perawatan pasien. Pusat terapi disediakan beragam untuk menunjang syarat rehabilitasi pada masing-masing masalah kejiwaan pasien. Ruang rawat inap juga dibedakan antara infeksi dan non infeksi sebagai pertimbangan tambahan terkait kondisi mental pasien salah satunya mengurangi risiko perilaku berisiko pada pasien. Pemisahan ini menjadi lebih penting di rumah sakit jiwa karena faktor tambahan seperti ketidakmampuan pasien dalam menjaga kebersihan diri, risiko perilaku yang tidak terkendali, serta kebutuhan perawatan yang lebih kompleks.
Bentuk, ruang, bahan, dan sistem bangunan pun tidak luput dari kriteria standar RSJ tanpa mengurangi fungsi. Hal ini untuk menjaga keamanan pasien yang memungkinkan melakukan perilaku berisiko. Pertimbangan-pertimbangan tersebut agar bisa tercipta privasi bagi pasien dengan memastikan mereka dalam pengawasan dan fasilitas yang memadai.